Pusara Panglima Pidie di Malaysia, salah satu panglima pasukan Aceh yang tewas saat perang melawan Portugis di Semenanjung Malaya Sumber
Setelah menguasai Kerajaan Johor, Sultan Aceh meminta bantuan ke Turki untuk mengusir Portugis di Selat Malaka.
Utusan Kerajaan Aceh dikirim ke Turki pada tahun 1563. Utusan tersebut membawa serta hadiah-hadiah berharga seperti emas dan lada untuk dipersembahkan kepada penguasa kerajaan Turki. Setiba di Turki para utusan Aceh telah meyakinkan pihak Turki mengenai keuntungan yang akan diperoleh kerajaan itu bila orang-orang Portugis dapat diusir dan Malaka oleh Aceh dengan bantuan Turki.
Kisah diplomasi Kerajaan Aceh ke Turki pada abad ke-16 itu ditulis oleh CR Boxer dalam “A Note on Portuguesse Reactoins to The Revival of The Red Sea Spice Trade and The Rise of Atjeh 1540-1600, International Conference On Asian Htstory, Paper No.2, Kuala Lumpur : Department of History University of Malaya 5-10 Augustus 1968.
Pada halaman 9 paper tersebut CR Boxer menjelaskan bahwa misi Kerajaan Aceh tersebut berhasil, karena pihak Turki telah bersedia mengirimkan bantuan militer kepada Aceh. Bantuan ini berupa dua buah kapal perang dan 500 personal Turki untuk mengelola kapal-kapal itu.
Ke-500 orang Turki itu terdiri dari ahli-ahli militer yang juga dapat membuat kapal-kapal perang dalam berbagai ukuran dan meriam-meriam besar. Selain itu pihak Turki juga memberikan sejumlah meriam milik mereka dan perlengkapan-perlengkapan militernya.
Armada Turki itu sampai di Bandar Aceh Darussalam, ibu kota Kerajaan Aceh pada tahun 1566/1567. Selain bantuan militer dari Turki, Aceh juga menggunakan sejumlah tentara sewaan yang terdiri dan selain orang Turki juga orang-orang Gujerat, Malabar dan Abessinia.
Pada tahun 1568 Kerajaan Aceh kembali menyerang kedudukan Portugis di Malaka. Serangan ini adalah yang paling hebat yang pernah dilakukan oleh Sultan Alaudin Riayat Syah ai Kahhar. Dalam penyerangan ini, Aceh berkekuatan 15.000 orang Aceh, 400 orang Turki termasuk tentara sewaan dan menggunakan 200 pucuk meriam besar dan kecil yang terbuat dari tembaga. Penyerangan ini dipimpin langsung oleh Sultan Alauddin Roayat Syah Al Kahar. Namun pada penyerangan kali inipun Aceh belum berhasil mengenyahkan Portugis dari kota Malaka.
Setelah penyerangan yang dilakukan Aceh tahun 1568 itu Portugis menginsafi benar bahwa membiarkan Aceh merebut Malaka, berarti membunuh diri bagi Portugis di Timur. Oleh karena itu diputuskan oleh pemerintahnya di Lisabon, untuk mengirim suatu armada sekuat mungkin ke Malaka.
Pada tanggal 1 Januari 1577 Aceh kembali menyerang Malaka di saat Portugis sedang menghimpun kekuatannya Menurut Macgregor, kekuatan Aceh yang menggempur Malaka kali ini ada sekitar 10.000 tentara dengan menggunakan meriam yang cukup banyak. Namun penyerangan kali ini juga belum memberi hasil bagi Aceh, yaitu mengusir Portugis dari Malaka.
Penulis : Iskandar Norman
Komentar
Posting Komentar